Senin, 16 Mei 2011

ANALISIS PUISI AMIR HAMZAH

       Puisi-puisi Amir Hamzah adalah refleksi dari religiusitas, kecintaan pada ibu pertiwi, dan kegelisahan sebagai seorang pemuda Melayu. Bahasa Indonesia bagi Amir Hamzah adalah simbol dari kemelayuan, kepaklawanan, dan juga keislaman.

        Kemelayuan Amir Hamzah ini pada hakekatnya adalah kemelayuan di seberang Selat Malaka di daerah-daerah yang sebelum perang dunia berupa kerajan-kerajaan Melayu yang lama. Di mana adat istiadat Melayu masih berlaku, meskipun kemerdekaan kerajaan itu telah lenyap. Dan orang Melayu menamakan itu, yaitu orang yang berbahasa Melayu dan beragama Islam.
      Kemelayuan Amir Hamzah itu terutama terjelma pada waktu remajanya, ketika ia remaja, ia menyanyikan kesepiannya dan kerinduannya, penuh kesedihan kepada kekasihnya. Dalam kesepian dan kesedihan remajanya, ia mengungkapkan kerinduannya dan kemesraan kasihnya akan ibunya, akan negerinya yang dirasakan dirinya sebagai seorang pedagang, seorang musyafir yang tidak ada tempat untuk mengadukan dukanya.
       Peristiwa yang cukup penting dalam kehidupannya adalah perkawinan dan kematiannya. Perkawinannya merupakan suatu hal yang bertentangan dengan rasa hatinya terhadap rasa  kasihnya yang mendalam kepada seorang gadis yang dikenalnya di Jawa.
   Sejarah hidup Amir Hamzah, perkawinannya dengan puteri Sultan Langkat adalah puncak krisis kehidupannya. Ia mesti menyerah pada aturan-aturan dan hukum-hukum masyarakat dan kebudayaan Melayu lama. Dalam karya Amir Hamzah, cinta itu selalu kalah dan kebudayaan lamalah yang menang. Tetapi dalam lapangan kesenian, akhirnya yang menentukan bukan kalah dan menang, melaikan ke dalaman jiwa seorang seniman terharu, bagaimana ia mengucapkan keterharuannya itu. Begitu besar penderitaan Amir Hamzah dalam kekalahannya, hal itu dibuktikan dalam puisinya Hanyut Aku yang merupakan jeritan orang putus asa meminta pertolongan.

PEMBAHASAN
Amir Hamzah seorang yang sederhana, penyair religius, ia tidak pernah menjadi ‘boneka mode’. Kemelayuan dan keislaman Amir Hamzah itu hanya sebagian dari pengaruh yang menentukan sikap dan pandangan hidupnya. Bahasa Amir Hamzah dalam karangan-karangannya lebih padat, lebih logis sebagai buah pikiran seseorang yang langsung menuju kehendak yang ditujunya, dan bukan berbelit seperti biasanya di dalam bahasa Melayu lama.
      Seperti kebanyakan pemuda di zaman itu, Amir Hamzah tertarik pada gelombang kesadaran dan kebangkitan bangsa yang dinamakan nasionalisme. Amir Hamzah pun berkecamuk dalam dua kebudayaan yang berbeda suasananya, gayanya, cara berpikir, dan kelakuannya
     Sejarah hidup Amir Hamzah, perkawinannya dengan puteri Sultan Langkat adalah puncak krisis kehidupannya. Ketika dunia kebudayaan Melayu dengan kebudayaan modern bertempur, dan Amir Hamzah dilihat dari perjuangan angkatan muda untuk kebebasan dunia modern, kalah. Ia mesti menyerah pada aturan-aturan dan hukum-hukum masyarakat dan kebudayaan Melayu lama. Kekalahannya itu tergambar ketika ia harus melepaskan cinta pribadinya untuk tunduk kepada adat istiadat berhutang budi, kepatuhan yang muda kepada yang tua, yang rendah kepada yang tinggi, seperti berlaku dalam kebudayaan Melayu yang lama, terutama kebudayaan feodalnya.
          Dalam karya Amir Hamzah, cinta itu selalu kalah dan kebudayaan lamalah yang menang. Tetapi dalam lapangan kesenian, akhirnya yang menentukan bukan kalah dan menang, melaikan ke dalaman jiwa seorang seniman terharu, bagaimana ia mengucapkan keterharuannya itu. Begitu besar penderitaan Amir Hamzah dalam kekalahannya, hal itu dibuktikan dalam puisinya Hanyut Aku yang merupakan jeritan orang putus asa meminta pertolongan.

Hanyut Aku

Hanyut aku, kekasihku!
Hanyut aku!
Ulurkan tanganmu, tolong aku
Sunyinya sekelilingku!
Tiada suara kasihan, tiada angin mendingin
hati, tiada air menolak ngelak.
Dahagakan kasihmu, hauskan bisikmu, mati aku
            sebabkan diammu.
Langit menyerkap, air berlepas tangan, aku tenggelan.
Tenggelam dalam malam
Air di atas menindih keras
Bumi di bawah menolak ke atas
Mati aku, kekasihku, mati aku

ANALISIS
   Dalam puisi Hanyut Aku, karya Amir Hamzah, yang merupakan jeritan orang putus asa minta pertolongan. Puisi ini yang kata-katanya sangat jelas, yang tiada lain yaitu teriakan minta tolong dari Amir Hamzah supaya orang membantu melepaskannya dari keadaannya yang amat malang itu: Tak ada orang yang kasihan, sedangkan segala sesuatu menentangnya.
Dalam puisi ini, kekasihku yang dimaksudnya sepertinya bukan hanya Tuhan, tetapi juga kekasihnya di dunia. Ia juga menggambarkan bahwa bila tiada terdengar suara Tuhan di hati sanubarinya, Amir Hamzah merasa sunyi sepi, ia hanyut dibawa kesedihan yang tertindih dari atas, dan tertekan dari bawah. Dengarlah tangis dan ratap jiwanya minta tolong. Terlihat pada bait puisinya:

            Hanyut aku kekasihku!
            Hanyut aku!
            Ulurkan tanganmu, tolong aku!
            Sunyi sekelilingku!

Selanjutnya perhatikan pula betapa sepi dan senyap sekelilingnya:

            Tiada suara kasihan, tiada angin mendingin hati,
                        tiada air menolak ngelak

         Dalam kesunyiannya hanya satu tempat jiwa bergantung, yaitu Tuhan, dan alangkah sepinya kalau Tuhan membiarkan dan meninggalkannya pula. Gelap gulitalah seluruhnya bagi dia, bila pelita ketuhanan yang berkedip di hatinya padam.

            Dahagakan kasihmu, hauskan bisikmu, mati aku
                        sebab diammu

      Dalam kekalahannya menyerak kepada kekuasaan yang lama, menghianati cinta yang dipilihnya sendiri dengan kemauannya sendiri sebagai manusia yang bebas. Hal ini diungkapkannya melalui keinginannya akan mati, pada puisinya Padamu Jua:

Habis kikis
Segala cintaku hilang terbang
Pulang kembali aku padamu
Seperti dahulu


Setelah habis cinta dunianya, yang dia inginkan tak lain adalah pulang kepada Tuhan, menyerahkan dirinya kepada Tuhan. Dalam anggapannya Tuhan itu amat susah ditemui, manusia mesti mati dahulu daru bertemu Tuhan. Dan sia-sialah ia mengharapkan mati agar bertemu dengan Tuhan, yang paling pengasih dari segala pengasih, yang paling penghibur dari segala penghibur.
Jiwa Amir Hamzah yang tawakal, penuh penyerahan dan tauhid kepada Tuhan, ia berkata dan yakin bahwa segala yang terjadi di luar dirinya dan di atas jiwanya, semata-mata iradat atau kehendak dari Tuhan. Dengan sabar dan patuh, ia akan menjalani apa yang telah ditakdirkan olehh Yang Maha pengatur itu. Ia menceritakan pula tentang dirinya dengan kekasihnya yang bersifat baqo’ atau abadi, berjalan melalui Taman dunia:

            Kau masukan aku ke dalam Taman dunia
            Kekasihku!
            Kau pimpin jariku, kau tundukan bunga
            Tertawa kuntum tersenyum
            Kau tundukan kalaku tegak, mencium
            Wangi tersembunyi sepi

            Adapun ciri Amir Hamzah dalam penulisan puisi, yaitu:
·         Mengangkat bahasa Melayu dalam bahasa puisi modern.
·         Banyak mempergunakan kata-kata lama yang diambilnya dari khasanah bahasa Melayu.
·         Memperkaya perbendaharaan bahasa Melayu dan Jawa tanpa melupakan identitas ke melayuannya.
·    Isi puisi Amir Hamzah tidak hanya menimbulkan kesedihan, rasa sunyi, dan pasrah diri, tetapi ia juga menekankan pada rasional, serta sebagai penjelmaan keseluruhan perjuangan yang didera oleh perasaan kalah dan berkhianat, maupun sebagai penjelmaan terumbang-ambing jiwanya dari suatu saat ke saat yang lain dalam menghadapi kekasih dunianya, kaum keluarga di sekitarnya, dan menghadapi Tuhan.
·         Penyair yang selalu berusaha mengarungi cinta kasih yang menggetarkan dengan Tuhan.
·      “Mu” dan “Kau” selalu ditulis dengan huruf kecil, hal ini menjadi salah tafsir, apakah merujuk kepada Tuhan atau manusia.

Bagi Amir Hamzah wajah Tuhan dalam kehidupan ini bermacam-macam, sebagai kekasih yang menjadi “Kandil Kemerlap”, dan pada kesempatan yang lain sebagai “Kekasih yang dirindukan”. Dalam kehidupan Amir Hamzah tidak terlepas dari kemelut, dan dalam kemelut itu dia merasa seorang diri, kesepian hampir putus asa. Dia nyaris tidak memehami Tuhan yang memperlakukan dirinya sebagai boneka yang dengan mudah ditaruh kembali dalam kotak seorang dalang (terdapat dalam puisi Sebab Dikau). Baginya, betapa kejamnya Tuhan yang mendatangkan bencana kepada manusia (terdapat dalam puisi Permainanmu) yang tidak dapat dipahaminya. Kekasih yang “Sabar, setia selalu” berubah rupa menjadi “ganas”, “mangsa aku dalam cakarmu”. Dalam keputus asaannya dia menjeri seorang diri, meminta tolong kepada orang lain, tetapi tidak seorang pun yang memberikan pertolongan kepadanya.

SIMPULAN 
·        Dalam puisi Hanyut Aku, karya Amir Hamzah, yang merupakan jeritan orang putus asa minta pertolongan. Puisi ini yang kata-katanya sangat jelas, yang tiada lain yaitu teriakan minta tolong dari Amir Hamzah supaya orang membantu melepaskannya dari keadaannya yang amat malang itu: Tak ada orang yang kasihan, sedangkan segala sesuatu menentangnya.
·    Dalam puisi ini, kekasihku yang dimaksudnya sepertinya bukan hanya Tuhan, tetapi juga kekasihnya di dunia. Ia juga menggambarkan bahwa bila tiada terdengar suara Tuhan di hati sanubarinya, Amir Hamzah merasa sunyi sepi, ia hanyut dibawa kesedihan yang tertindih dari atas, dan tertekan dari bawah. Dengarlah tangis dan ratap jiwanya minta tolong. Terlihat pada bait puisinya:
Adapun ciri Amir Hamzah dalam penulisan puisi, yaitu:
·         Mengangkat bahasa Melayu dalam bahasa puisi modern.
·         Memperkaya perbendaharaan bahasa Melayu dan Jawa tanpa melupakan identitas ke melayuannya.
·         Penyair yang selalu berusaha mengarungi cinta kasih yang menggetarkan dengan Tuhan.
·      “Mu” dan “Kau” selalu ditulis dengan huruf kecil, hal ini menjadi salah tafsir, apakah merujuk kepada Tuhan atau manusia.

1 komentar: