Selasa, 07 Juni 2011

17 Agustus tahun 45, itulah hari kemerdekaan kita…
Hari merdeka, nusa dan bangsa , hari lahirnya bangsa Indonesia…
Mer..de..ka…
Sekali merdeka tetap merdeka, selama hayat masih dikandung badan
Kita tetap setia, tetap setia mempertahankan Indonesia
Kita tetap setia, tetap sedia, membela Negara kita….

Mengenang Proklamasi
Bandung senin, 17 Agustus 2009. Suasana pagi yang cerah di sebuah sekolah dasar Suka Jaya Bandung. Suara kicau burung yang bersahutan, angin yang sejuk, matahari pagi yang terhalang oleh sebuah pohon rindang di halaman sekolah, membuat suasana pagi pada pukul 09.00 menjadikan sebuah percakapan antar beberapa siswa-siswi SD Suka Jaya Bandung dan salah satu guru menjadi semakin bisa dihayati. Para siswa-siswi yang menunggu dimulainya upacara proklamasi, melakukan sedikit perbincangan mengenai detik-detik menuju proklamasi. Bagaimana upacara proklamasi dapat dibacakan.
Ibu guru Stevani  pun memulai cerita mengenai detik-detik sebelum proklamasi.
Dahulu, tepatnya tanggal 14 Agustus 1945. Negara kita yang dijajah oleh Jepang mendengar sebuah berita yang sangat mengejutkan dari seorang tokoh pemuda bernama Sutan Sjahrir. Dia mendengar berita tersebut dari siaran radio BBC, salah satu radio Inggris yang mengabarkan bahwa Jepang telah mengakui kekalahannya.
“Jepang telah kalah?” ucap Sjahrir dengan terkejut dan bingung. Tanpa pikir panjang Sjahrir memberi tahu berita itu kepada Drs. Moh Hatta dan bergegas menuju rumah Ir. Soekarno di Jl.Pegangsaan Timur No.55 Jakarta. Dengan perasaan yang masih terkejut. Sjahrir mendesak Drs.Moh Hatta dan Ir.Soekarno selaku golongan tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun golongan tua tersebut menolak .
“Hemm… bagaimana ini? saya tidak sabar melihat sikap para golongan tua itu. “ Kata Sjahrir berbicara pada dirinya sendiri. Terjadilah perbedaaan pendapat antara golongan tua yang terdiri dari Ir. Soekarno, Drs. Moh Hatta, A. Soebardjo, Radjiman Widyoningrat. Golongan muda terdiri dari Sutan Sjahrir, Chairul Saleh, Wikana dan lain-lain. Yang menyebabkan terjadinya sebuah peristiwa Rengasdengklok.
Keesokan harinya pada tanggal 15 Agustus 1945, disebuah Fakultas kesehatan masyarakat UI ada sebuah rapat antar golongan muda yang dipimpin oleh Chairul Saleh. “Teman-teman sekalian, apakah kalian setuju jika Ir. Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan?”. Tanya Chairul kepada rekan yang mengikuti rapat.
“setuju, saya memang menginginkan hal itu. “Sahut Sjahrir
“Iya, setuju!” Sahut hadirin rapat yang lain.
Hasil rapat pun telah diputuskan, bahwa Ir. Soekarno harus segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Hasil rapat tersebut dibawa oleh Wikana dan Darwis menemui Ir. Soekarno dan mengusulkan agar beliau cepat memproklamasikan kemerdekaan. Tapi Ir. Soekarno masih saja menolak.
“Saya tidak mau proklamasi segera dibacakan!” Ucap Ir. Soekarno kepada Wikana dan Darwis
“Memangnya kenapa pak?” Tanya Wikana
“Kita harus memusyawarahkannya terlebih dahulu pada rapat PPKI.
“Saya tidak setuju Pak! PPKI itu adalah organisasi bentukasn Jepang!” Bantah Darwis.
Karena perbedaan pendapat tersebutlah pada tanggal 16 Agustus 1945, sekitar pukul 04.00, salah seorang tokoh golongan muda, Shodanco Singgih   bersama pemuda lain berhasil membawa Ir. Soekarno dan Moh. Hatta ke Rengasdengklok.
“Mengapa kami dibawa ke Rengasdengklok?” Tanya Moh. Hatta
“Kami tidak ingin bapak terpengaruh oleh Jepang.” Jawab Shodanco
“Sepertinya di sini aman dari pengaruh Jepang!” Sahut salah seorang yang lain dari golongan muda.
Di Rengasdengklok, pendesakan oleh golongan muda terus dilakukan kepada Ir. Soekarno dan  Moh. Hatta agar segera memproklamasikan kemerdekaan. Tidak hanya di Rengasdengklok, ternyata di Jakarta Wikana dan A. Soebardjo bersepakat bahwa proklamasi kemerdekaan di Jakarta. Kemudian A. Soebardjo menjemput Ir. Soekarno dan yang lain ke Rengasdengklok.
Sesampainya di Rengasdengklok, A. Soebardjo dan semua yang berada di Rengasdengklok bersepakat, bahwa proklamasi kemerdekaan harus dibacakan paling lambat 17 Agustus  pada pukul 12.00. Akhirnya Shondanco melepaskan Ir. Soekarno dan Moh. Hatta untuk kembali ke Jakarta pada tanggal 16 Agustus 1945 sore.
Dari Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus 1945 sore, Ir. Soekarno menuju rumah Laksamana Tadashi Maeda. Sebuah rumah di JL. Imam Bonjol no.1, yang aman dari pengawasan dan pengaruh Jepang yang sering digunakan sebagai tempat pertemuan para tokoh Pergerakan Nasional Indonesia, Ir .Soekarno beserta rombongan bermaksud menyusun teks proklamasi. Penyusunan dilakukan di ruang makan pada tanggal 17 Agustus 1945 dini hari. Para tokoh yang menyusun teks proklamasi antara lain Ir. Soekarno, Moh. Hatta, dan Ahmad Soebardjo. Setelah teks proklamasi disusun, lalu teks tersebut di bawah ke ruang depan dan hendak diketik oleh Sajuti Melik.
“Ini teks proklamasinya.” Kata Moh. Hatta kepada hadirin yang di ruang depan sambil memberikan teks proklamasi. “Bagaimana jika teks proklamasi ini ditandatangani oleh semua hadirin yang hadir di sini.” Ucap Ir. Soekarno
“Saya tidak setuju Pak!” Jawab Chaerul Saleh
“Bagaimana jika Ir. Soekarno dan Moh. Hatta menandatangani atas nama bangsa Indonesia?” Tanya Sukarni.
“Iya-iya setuju…!”Sahut semua hadirin”
Teks proklamasi pun ditandatangani sesuai permintaan Sukarni. Kemudian pembacaan pun dilakukan di lapangan Ikada, tapi Ir. Soekarno tidak setuju. Beliau takut terjadi bentrok antara masyarakat dan tentara Jepang. Maka dipilihlah rumah Ir. Soekarno.
Pada tanggal 17 Agustus 1945, hari jumat bertepatan dengan bulan Ramadhan, telah berkumpul para pemuda dan tokoh lain. Disinilah detik-detik yang sangat dekat dengan kemerdekaan. Sudah hampir jam 10.00 WIB, proklamasi belum juga dibacakan, ternyata Ir. Soekarno menungggu kedatangan Moh. Hatta.
Tepat pukul 10.00 WIB, proklamasi kemerdekaan dibacakan oleh Ir. Soekarno. bendera Merah Putih pun dikibarkan, dan lagu Indonesia Raya spontan dinyanyikan oleh para hadirin.
“Anak-anak, begitulah peristiwa yang mendekati proklamasi kemerdekaan kita.” Ujar Bu Stevani, kepada para siswa-siswi SD Suka Jaya Bandung.
“Wah, sekarang kita sudah merdeka ya…!” Ucap Doni.
“Iya, itulah hari di mana bangsa Indonesia lahir, hari yang merupakan titik puncak perjuangan bangsa Indonesia. Kini Negara kita sudah merdeka, maka dari itu kita harus menghargai jasa pahlawan.” Kata Bu Stevani
“Bagaimana caranya Bu?” Tanya Rika penasaran
“Isi kemerdekaan ini dengan hal-hal positif seperti belajar dengan sungguh-sungguh, mengikuti upacara dengan tertib dan  jangan lupa mendoakan para pahlawan yang telah berjuang demi kemerdekaan Indonesia.” Jawab Bu Stevani
“Oh begitu ya Bu!” Ucap Shinta
Begitulah perbincangan antar siswa-siswi SD Suka Jaya Bandung dengan seorang guru yang mengenang peristiwa jelang proklamasi. Tanpa disadari waktu telah menunjukan pukul 10.00 maka upacara HUT RI di sekolah tersebut segera dimulai. Semua memasuki barisan dan upacara dilakukan dengan khidmat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar