Jumat, 18 Maret 2011

GAYA BAHASA


     Gaya bahasa atau majas adalah cara khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulisan atau lisan. Kekhasan dari gaya bahasa ini terletak pada pemilihan kata-katanya yang tidak secara langsung menyatakan makna yang sebenarnya.
      Beberapa ragam majas dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu: 

1). Gaya bahasa perbandingan, terdiri dari: Metafora, personifikasi, asosiasi, alegori, parable, metonomia, litotes, sinekdopke (dibagi menjadi 2, pares pro toto dan totem pro tate), eupisme, hiperbola, alusio, antonomasia, perifrase, simile, sinestesia, aptronim, hipokorisme, dipersonifikasi, disfemisme, fabel, eponym, dan simbolik.
2).  Gaya bahasa sindiran, terdiri dari: Ironi, sinisme, sarkasme, innuendo, dan satire.
3). Gaya bahasa penegasan, terdiri dari: Pleonasme, repetisi, paralelisme, klimaks, anti-klimaks, inversi, elepsi, retoris, koreksio, asimdeton, polisindeton, interupsi, eksklamasio, enumerasio, preterito, apofagis, pararima, aliterasi, tautologi, sigmatisme, antanaklasis, alonim, kolokasi, silepsis, dan zeugma.
4). Gaya bahasa pertentangan, terdiri dari: Paradoks, oksimoron, antithesis, kontradiksio interminis, anakronisme.

1.Gaya bahasa perbandingan
a. Metafora
      Adalah majas yang memperbandingkan suatu benda dengan benda lain. Kedua benda yang diperbandingkan itu mempunyai sifat yang sama. Contoh-contoh:
- Dewi malam telah keluar dari peradaannya (dewi malam = bulan)
- Mereka telah menjadi sampah masyarakat (sampah masyarakat = manusia-manusia yang takberguna dalam masyarakat)
- Semangatnya berkobar-kobar untuk meneruskan perjuangannya (berkobar-kobar = semangat yang hebat diumpamakan dengan nyala api).


b. Personifikasi
       Adalah majas yang menerapakan sifat-sifat manusia terhadap benda mati. Contoh:
- Saat ku melihat rembulan, dia seperti tersenyum kepadaku seakan-akan aku merayunya.
- Badai menderu-deru.
- Lautan mengamuk.
- Hatinya berkata bahwa perbuatan ini tak boleh dilakukannya.
- Angin melambai-lambai.
- Deru ombak memanggil-manggil para pemuda harapan bangsa.


c. Asosiasi
      Gaya bahasa ini memberikan perbandingan terhadap sesuatu benda yang sudah disebutkan. Perbandingan itu menimbulkan asosiasi terhadap banda sehingga gambaran tentang benda atau hal yang disebutkan itu menjadi lebih jelas. Contoh:
- Semangatnya keras bagai baja.
- Pikirannya kusut bagai benang dilanda ayam.
- Suaranya merdu bagai buluh perindu.

d. Metonomia
       Apabila sepatah kata atau sebuah nama yang berasosiasi dengan suatu benda dipakai untuk menggantikan benda yang dimaksud. Contoh:
- Ayah selalu mengisap Djarum Super (Djarum Super adalah merk rokok). Mengisap Djarum Super artinya mengisap rokok merk Djarum Super.
- Pak guru mengendarai Kijang (Kijang adalah jenis mobil). Mengendarai Kijang artinya mengendarai mobil jenis Kijang.
- Ayah mengendarai Vespa (Vespa adalah merk skuter). Mengendarai Vespa artinya mengendarai skuter merk Vespa.

e. Litotes
        Apabila kita menggunakan kata yang berlawanan artinya dengan yang dimaksud dengan merendahkan diri terhadap orang yang berbicara. Contoh:
- Sekali-kali datanglah ke gubuk reyotku.
- Wanita itu parasnya tidak jelek.
- Akan kutunggu engkau di bilikku yang kumuh di desa.

f. Hiperbola
        Adalah sepatah kata yang diganti dengan kata lain yang memberikan pengertian lebih hebat dapipada kata lain. Contoh:
- Harga-harga sudah meroket.
- Ketika mendengar berita itu, mereka terkejut setengah mati.

g. Antonomasia
       Majas perbandingan yang menyebutkan sesuatu bukan dengan nama asli dari benda tersebut, melainkan dari salah satu sifat benda tersebut. Contoh-contoh:
- Hei Jangkung!
- Si Pintar
- Si Gemuk
- Si Kurus

2. Gaya Bahasa Sindiran
a. Ironi

       Ialah salah satu majas sindiran yang dikatakan sebaliknya dari apa yang sebenarnya dengan maksud menyindir orang dan diungkapkan secara halus. Contoh:
- Hambur-hamburkan terus uangmu itu agar bias menjadi jutawan.
- Kota Bandung sangatlah indah dengan sampah-sampahnya.

b. Sarkasme
          Gaya bahasa sindiran yang terkasar dimana memaki orang dengan kata-kata kasar dan tak sopan. Contoh:
- Soal semudah ini saja tidak bisa dikerjakan. Goblok kau!

3. Gaya Bahasa Penegasan
a. Pleonasme

         Menambahkan keterangan pada pernyataan yang sudah jelas atau menambahkan keterangan yang sebenarnya tidak diperlukan. Contoh:
- Dia turun ke bawah = Dia turun
- Dia naik ke atas = Dia naik


b. Paralelisme 

        Pengulangan kata-kata untuk menegaskan yang terdapat pada puisi. Bila kata yang diulang pada awal kalimat dinamakan anapora, dan jika terdapat pada akhir kalimat dinamakan evipora. Contoh:
- Kau berkertas putih
  Kau bertinta hitam
  Kau beratus halaman
  Kau bersampul rapi.
- Kalau kau mau aku akan datang
  Jika kau menginginkan aku akan datang
  Bila kau minta aku akan datang
  Andai kau ingin aku akan datang

c. Interupsi

          Gaya bahasa penegasan yang mempergunakan sisipan di tengah-tengah kalimat pokok, denagn maksud untuk menjelaskan sesuatu dalam kalimat tersebut. Contoh:
- Tiba-tiba Ia-kekasih itu- direbut oleh perempuan lain.

d. Retoris 

       Gaya bahasa penegasan ini mempergunakan kalimat tanya-takbertanya. Sering menyatakan kesangsian atau bersifat mengejek. Contoh:
- Mana mungkin orang mati hidup lagi?!
- Inikah yang kau namai bekerja?!

e. Koreksio 

        Dipakai untuk membetulkan kembali apa yang salah diucapkan baik yang disengaja maupun tidak. Contoh:
- Dia adikku! Eh, bukan, dia kakakku!
- Gedung Sate berada di Kota Jakarta. Eh, bukan, Gedung Sate berada di Kota Bandung.

f. Asimdeton 

       Beberapa hal keadaan atau benda disebutkan berturut-turut tanpa menggunakan kata penghubung. Contoh:
- Meja, kursi, lemari ditangkubkan dalam kamar itu.

4. Gaya Bahasa Pertentangan
a. Paradoks 

            Majas ini terlihat seolah-olah ada pertentangan. Contoh:
- Gajinya besar, tapi hidupnya melarat.
  Artinya, uang cukup, tetapi jiwanya menderita.

b. Antitesis 

        Majas pertentangan yang menggunakan paduan kata yang berlawanan arti. Contoh:
- Tua muda, besar kecil, semuanya hadir di tempat itu.

c. Kontradiksio Interminis 

         Yaitu majas yang memperlihatkan sesuatu yang bertentangan dengan apa yang sudahdikatakan semula. Apa yang sudah dikatakan, disangkal lagi oleh ucapan kemudian. Contoh:
- Semuanya sudah hadir, kecuali Si Amir.
  Kalau masih ada yang belum hadir, mengapa dikatakan “semua” sudah hadir.

Senin, 14 Maret 2011

Morfologi


KONSEP DASAR PEMBENTUKAN KATA

1. Arti Konsep Dasar Pembentukan Kata
Arti Konsep dasar pembentukan kata adalah sebuah  ide atau pengertian yang diabstrakan dari peristiwa konkrit, dengan satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri, terjadi dari morfem terkait dan bebas.
Pada dasarnya morfem satuan terkecil dari suatu bahasa. Satuan terkecil atau satuan gramatikal terkecil itu disebut morfem. Sebagai suatu satuan gramatikal, morfem itu bermakna. Istilah terkecil mengisyaratkan, bahwa satuan gramatikal (morfem) itu tidak dapat dibagi lagi, menjadi satuan yang lebih kecil yang bermakna.
Dengan demikian  terbentuknya sebuah kata itu dari satu morfem atau lebih yang terkait atau bebas.

2.    Jenis Morfem
Morfem-morfem dalam setiap bahasa dapat digolongkan berdasarkan beberapa criteria, antara lain berdasarkan kebebasannya, keutuhannya, dan sebagainya diantaranya sebagai berikut :
1. Morfem Bebas dan Morfem Terikat
            Morfem bebas adalah morfem yang tanpa kehadiran morfem lain dapat muncul dalam ujaran. Dalam bahasa  Indonesia, misalnya, bentuk pukul, dan ambil, adalah termasuk morfem bebas. Morfem-morfem tersebut dapat digunakan tanpa morfem lain. Sebaliknya, yang dimaksud dengan morfem terikat adalah morfem yang tanpa digabung dulu dengan morfem lain tidak dapat muncul dalam ujaran. Semua imbuhan (afiks) dalam bahasa Indonesia adalah morfem terikat.
            Dalam hal ini ada beberapa bentuk  yang harus di perhatikan seperti juang, henti, dan baur juga termasuk morfem  terikat. Bentuk-bentuk tersebut, meskipun bukan afiks, tidak dapat muncul dalam  ujaran tanpa mengalami proses morfologi terlebih dahulu, seperti afiksasi, reduplikasi, dan atau komposisi. Bentuk-bentuk seperti ini lazim disebut bentuk prakategorial. Dan bentuk-bentuk yang termasuk preposisi dan konjungsi, seperti ke, dari, pada, kalu, dan satu secara morfologi termasuk morfem bebas, tetapi secara sintaksis merupakan bentuk terikat.
2. Morfem Utuh dan Morfem Terbagi
            Klasifikasi morfem atas morfem utuh dan morfem terbagi berdasarkan bentuk formal yang dimiliki morfem tersebut, yaitu apakah merupakan satu kesatuan yang utuh atau merupakan dua bagian yang terpisah atau terbagi, karena disisipi morfem lain, contoh morfem utuh, seperti (meja), (kursi), (kecil), (laut) dan (pinsil). Begitu juga dengan sebagian morfem terikat, seperti (ter-), (ber-), (henti), dan (juang). Sedangkan morfem terbagi adalah sebuah mofem yang terdiri dari dua bagian yang terpisah, satu diawal dan satu dibelakang. Pada kata Indonesia kesatuan terdapat satu morfem utuh yaitu (satu) dan satu morfem terbagi, yaitu (ke-/-an); kata perbaikan terdiri dari satu morfem utuh, yaitu (baik) dan satu morfem terbagi, yaitu (per-/-an).
3. Morfem Bermakna Leksikal dan Morfem Tidak Bermakna Leksikal.
Morfem bermakna leksikal adalah morfem-morfem yang secara inheren telah memiliki makna pada dirinya sendiri, tanpa perlu berproses dulu dengan morfem lain. Misalnya, dalam bahasa Indonesia, morfem-morfem seperti (kolam), (pasang), (lupa) dan (arah) adalah morfem bermakna leksikal.
Sebaliknya morfem tak bermakna leksikal tidak mempunyai makna apa-apa pada dirinya sendiri. Morfem ini baru mempunyai makna dalam gabungannya dengan bentuk lain dalam ujaran. Yang termasuk morfem tak bermakna leksikal ini dalam bahasa Indonesia adalah morfem-morfem afiks, seperti (ber-), (me-), dan (ter-).
3. Kata
            Istilah kata sering kita dengar dan sering kita gunakan. Kata mempunyai susunan fonem yang urutannya tetap dan tidak dapat berubah, serta tidak dapat diselipi oleh fonem lain. Jadi, misalnya, kata sakit urutan fonemnya adalah /s/, /a/, /k/, /i/, dan  /t/, urutan itu tidak dapat diubah misalnya menjadi /t/, /k/, /i/, dan  /s/. Atau diselipi fonem lain, misalnya menjadi /t/, /a/, /n/, /k/, /i/,  dan /s/.   

4. Pembentukan Kata
    1. Gramatikalisasi
            Proses gramatikalisasi adalah proses perubahan tataran dari morfem ke kata, yang dalam tataran sintaksis merupakan perubahan tataran pertama. Tidak semua morfem dengan sendirinya dapat langsung berubah menjadi kata. Seperti morfem ber-, ter-, ke-, dan sejenisnya yang tergolong morfem terikat tidak dapat langsung menjadi kata. Seperti halnya juang tidak dapat langsung menjadi kata karena juang termasuk morfem terikat. Sedangkan rumah dapat langsung menjadi kata karena dapat berdiri sendiri dan bermakna.  
  2. Afiksasi
Afiksasi adalah proses penambahan afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar, biasanya berupa morfem terikat, yang diimbuhkan pada sebuah dasar dalam proses pembentukan kata.
            Dalam bahasa Indonesia dikenal berbagai jenis afiks yang secara tradisional diklasifikasikan atas:
a. Prefiks
            Prefiks adalah afiks yang diletakkan di muka bentuk dasar. Dalam bahasa Indonesia misalnya: mem-, di-, ber-, ke-, ter-, se-, pem-, dan pe-/per-.

b. Infiks
            Infiks adalah afiks yang diletakkan di dalam bentuk dasar. Dalam bahasa Indonesia terdapat tiga macam infiks yaitu : -el-, -em-, -er-.
Contoh; Gilang –em- = gemilang
c. Sufiks
            Sufiks adalah afiks yang diletakkan di belakang bentuk dasar. Dalam bahsa Indonesia misalnya: -kan, -I, -nya, -wati, -wan, -man, -isme, -isasi.
d. Kombinasi Afiks
            Kombinasi afiks adalah pembentukan kata berupa pemberian afiks. Secara kombinasi dari dua afiks atau lebih yang dihubungkan dengan sebuah bentuk dasar. Dalam bahasa Indonesia  misalnya dikenal beberapa kombinasi  afiks: me-kan, me-i, memper-kan, memper-i, ber-kan, pe-an, dan se-nya.
e. Konfiks
            Konfiks yang terdiri dari dua unsur,  satu di muka bentuk dasar dan satu di belakang bentuk dasar, dan berfungsi sebagai satu morfem terbagi. Konfiks adalah satu afiks dengan satu makna gramatikal, sedangkan kombinasi afiks bukanlah satu afiks, dan kemungkinan dengan beberapa makna gramatikal.
            Dalam bahasa Indonesia setidak-tidaknya ada empat konfiks yaitu: ke-…-ar, pen-…-an, per-…-an, dan ber-…-an.
Contoh: keadaan, pengiriman, persahabatan, bertolongan.
  3. Reduplikasi
            Reduplikasi adalah proses morfologis yang mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan, sebagian maupun disertai dengan perubahan bunyi. Hal ini diklasifikasikan dalam tiga bagian yaitu:
1.      Reduplikasi penuh, contoh buku-buku (dari dasar buku).
2.      Reduplikasi sebagian, contoh lelaki (dari dasar laki).
3.      Reduplikasi dengan perubahan bunyi, contoh bolak-balik (dari dasar balik).
4. Komposisi
            Komposisi adalah hasil dan proses penggabungan morfem dasar dengan morfem dasar, baik yang bebes maupun yang terkait, sehingga terbentuk sebuah kontruksi yang memiliki identitas leksikal yang berbeda, atau yang baru.
            Komposisi terdapat dalam banyak bahasa. Misalnya, dalam bahasa Indonesia kata lalu lintas, rumah sakit, dan dalam bahasa Arab kata akhirulkalam, malaikalmaut.
5. Modifikasi Internal
            Modifikasi internal (sering disebut juga penambahan internal atau perubahan internal) adalah proses pembentukan kata dengan penambahan unsur-unsur (yang biasanya berupa vokal) ke dalam morfem yang berkerangka tetap (yang biasanya berupa konsonan). Contoh berikut diambil dari bahasa Arab dengan morfem dasar berkerangka k-t-b. perhatikan kerangka k-t-b tersebut serta vokal yang mengisinya.
                        Kataba                         'dia laki-laki menulis'
                        Maktu:b                       'sudah ditulis. dll.
6. Pemendekan
            Pemendekan adalah proses penanggalan bagian-bagian leksem atau gabungan leksem sehingga menjadi sebuah bentuk singkat, tetapi maknanya tetap sama dengan makna bentuk utuhnya. Proses pemendekan dibedakan atas tiga kategori yaitu:
1.      Penggalan. Contoh lab atau labo dari laboratorium, dll.
2.      Singkatan.
3.      Akronom. Contoh wagub dari wakil gubernur, dll.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2007. Kajian Bahasa Struktur Internal, Pemakaian dan Pemelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
HP, Ahmad. Linguistik Umum.




Jumat, 11 Maret 2011


PUISI KEPADA UANG KARYA JOKO PINURBO

BAB I
PENDAHULUAN

Puisi yang berjudul "Kepada Uang" yang dikarang oleh Joko Pinurbo adalah salah satu puisi karya sastrawan yang cukup terkenal pada masa sekarang, dalam puisi tersebut, Joko Pinurbo mengutarakan pikiran dan perasaan mengenai harapan dan cita-citanya. Karena dari kutipan puisi tersebut Joko Pinurbo menjadikan uang sebagai peran utama, dimana uang  yang selama ini menjadi tombak pencaharian kehidupan manusia, membuat manusia seakan-akan dikendalikan dengan uang, benda yang hanya berbentuk kertas dan logam itu bisa menjadikan manusia bahagia ataupun sengsara. Hal inilah yang menjadi Joko Pinurbo mengutarakan harapannya dalam puisi yang berjudul "Kepada Uang", yaitu harapan untuk memiliki sesuatu secara wajar dan tidak muluk-muluk.
Setiap penyair atau penulis membuat masing-masing definisi tersendiri mengenai puisi, baik definisinya dikemukakan secara eksplisit atau tidak. Beberapa ahli merumuskan bahwa pengertian puisi harus menggunakan berbagai pendekatan.
            Untuk memahami arti sebuah puisi, kita perlu membaca dan mengkaji puisi tesebut. Hal yang mendukung untuk memahami puisi ada dua unsur, yaitu intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur dari dalam mengenai puisi di antaranya, yaitu : tema, diksi, gaya bahasa, jenis puisi, irama, dan bunyi. Sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur dari luar yang mempengaruhi puisi tersebut, antara lain yaitu : biografi pengarang, situasi masyarakat, dan pemikiran pengarang.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Puisi
Kepada Uang
Uang, berilah aku rumah yang murah saja,
Yang cukup nyaman buat berteduh senja-senjaku,
Yang jendelanya hijau menganga seperti jendela mataku.

Sabar ya, aku harus menabung dulu.
Menabung laparmu, menabung mimpimu.
Mungkin juga harus menguras cadangan sakitmu.

Uang, berilah aku ranjang yang lugu saja,
Yang cukup hangat buat merawat encok-encokku,
Yang kakinya lentur dan liat seperti kaki masa kecilku.
(Joko Pinurbo 2006 :18).

2.2 UNSUR INTRINSIK
2.2.1 Tema
Tema adalah suatu gagasan pokok sebagai pikiran utama seorang pengarang untuk mengawali sebuah karya tulis. LH. Santoso, 2007,  menafsirkan bahwa tema merupakan pokok pikiran, dasar cerita, yang di percakapkan yang di pakai sebagai dasar pengarang.  
Tema yang terkandung dalam puisi yang berjudul "Kepada Uang" adalah pengharapan. Hal ini dapat kita ketahui  dari tiap-tiap bait yang menerangkan bahwa pangarang mengharap uang sebagai subjeknya untuk mencapai  segala kebutuhan dalam hidupnya. Sebagaimana tercantum dalam baris ke satu bait ke satu dan baris ke satu bait ke tiga,
            "Uang, berilah aku rumah yang murah saja", dan
            "Uang, berilah aku ranjang yang lugu saja, (Kepada Cium, 2006 : hal 18).
                                                                       
2.2.2 Diksi
Diksi berarti pemilihan kata atau kalimat yang tepat dan sesuai dengan sesuatu yang diungkapkan atau diceritakan (peristiwa, keadaan, waktu, bentuk dan sebagainya) (LH. Santoso, 2007). Oleh sebab itu pilihan kata merupakan unsur penting dalam menciptakan kepuitisan sebuah puisi.
            Dalam hal puisi yang berjudul "Kepada Uang" ini, pengarang menggunakan kata-kata yang sudah umum dalam bahasa keseharian masyarakat, sehingga pembaca dapat dengan mudah mengerti akan makna puisi tersebut, akan tetapi pengarang ini mempunyai ciri khas yang setiap karyanya beliau selalu menyisipkan kata-kata yang menarik seperti puisi yang berjudul "Kepada Uang" ini, sebagaimana  terdapat dalam baris ke satu, dua, dan tiga, bait ke dua, yaitu :
            Sabar ya, aku harus menabung dulu.
Menabung laparmu, menabung mimpimu.
Mungkin juga harus menguras cadangan sakitmu (Joko Pinurbo 2006 :18).
Hal ini sangat berbeda dengan sastrawan-sastrawan terdahulu seperti puisinya Sutardji Calzoum Bachri yang berjudul "Q" dimana ciri khas beliau  menggunakan simbol, angka, dan abjad-abjad yang harus dikaji lebih dalam untuk dapat memahami makna dari puisi itu (Ajip Rosidi, 2008 : 82).   
              Dalam puisi ini, pengarang menggunakan sedikit mungkin kata atau tidak menghambur-hamburkan kata akan tetapi terkandung makna yang sangat luas. Pengarang juga memperhatikan bunyi karena mungkin pengarang menyadari bahwa bunyi adalah Faktor pendukung yang sangat penting dalam pembuatan puisi. Tanpa memperhitungkan bunyi, keindahan dan kenikmatan puisi akan hilang. Penulis puisi "Kepada Uang" ini mendominasi bunyi vokal pada tiap akhir baris seperti vokal "a" dan "u".
2.2.3 Gaya Bahasa
            Setiap orang atau setiap pengarang mempunyai gaya bahasa tersendiri yang membuat ciri khas pada dirinya. Perbedaan seorang pengarang dengan pegarang lainnya kadang-kadang terlihat kecil, tetapi dapat juga menyorot. Dalam sebuah karya sastra gaya bahasa ini yang sangat menentukan visi dan perbedaan karya dengan karya yang lain (M. Atar Semi, 1988 : 48).
            Dalam puisi ini, pengarang menggunakan majas personifikasi, yaitu mengungkapkan atau mengutarakan suatu benda dengan membandingkannya dengan tingkah dan kebiasaan manusia. Contohnya yaitu terdapat dalam bait ke  satu, baris ke tiga, yaitu "yang jendelanya hijau menganga seperti jendela mataku", bait ke  satu, baris ke satu, dua dan tiga, yaitu "Sabar ya, aku harus menabung dulu". "Menabung laparmu, menabung mimpimu". "Mungkin juga harus menguras cadangan sakitmu", dan pada bait ke tiga baris ke satu dan kedua yaitu "uang, beilah aku ranjang yang lugu saja," dan "yang cukup hangat buat merawat encok-encokku".
2.2.4 Jenis Puisi
            Ditinjau dari segi periodisasi kelahiran puisi kita mengenal adanya istilah puisi lama dan puisi baru atau sering pula dibedakan atas puisi tradisional dan puisi modern. Dalam puisi tadisional kita jumpai pula berbagai bentuk syair, pantun, gurindam, pribahasa, sonata, dan lain-lain. (M. Atar Semi, 1988 :101)  Dalam puisi baru atau modern kita jumpai istilah distikon, terzina, quartrain, quint, sextet, septima, stanza dan sonata (Dra. Suparni, 1990). Puisi "Kepada Uang" termasuk dalam bentuk terzina karena pengertian bentuk dari terzina sendiri adalah setiap baitnya terdiri atas tiga baris.  
Berdasarkan paparan di atas, puisi ini termasuk puisi modern karena jika dilihat dari segi penulisannya, puisi ini diaphaan/polos karena menggunakan kata-kata denotatif, yaitu kata-kata yang masih mendukung arti yang dikenal secara umum dalam pemakaiannya sehari-hari.
2.2.5 Irama
            Yang dimaksud dengan irama adalah suatu gerak yang teratur, suatu rentetan bunyi berulang dan menimbulkan variasi-variasi bunyi yang menciptakan gerak yang hidup. Pengaruh irama dalam puisi sangatlah besar, ia menyebabkan terjadinya rasa keindahan, timbulnya imajinasi, munculnya daya pukau, dan lebih dari itu ia dapat memperkuat pengertian. (M. Atar Semi, 1988 :120)
Pada puisi kepada uang, sulit untuk memadukan unsur musikalitas atau irama. pada dasarnya irama dalam sebuah puisi sukar untuk memadukan unsur musikalitasnya, karena dalam puisi irama itu tidak begitu jelas sepertihalnya musik.
2.2.6 Bunyi
Bunyi dalam puisi memegang peran yang sangat penting; tanpa bunyi yang merdu dan harmonis tidak akan ada puisi yang dapat dikatakan puitis dan indah. Bunyi erat hubungannya dengan unsur seperti lagu, irama, melodi dan sebagainya. Peranannya, di samping sebagai hiasan dan sebagai pemanis, juga mempunyai tugas mempertajam dan menegaskan makna, serta membentuk nada dan suasana menjadi nada dan suasana yang efektif dan sugestif. (M. Atar Semi, 1988 :115).
Jadi, dalam sebuah puisi unsur yang sangat penting yakni bunyi. Seperti halnya puisi kepada uang, bunyi vokal pada setiap akhir baris, yaitu huruf "a" dan "u" membuat  terasa berat dan rendahnya bunyi yang dikeluarkan Hal ini melukiskan perasaan jiwa yang tertekan dan gelisah sehingga dalam puisi "Kepada Uang" terasa jelas sebuah pengharapan yang diinginkan pengarang terhadap uang.
2.2.7 Amanat
            Amanat adalah pesan yang akan disampaikan dalam puisi (Mumu Yani Maryani, 2002). Amanat yang disampaikan pengarang untuk pembaca adalah berdo'a dan berusahalah untuk mendapatkan apa yang diinginkan, dan do'a itu harus sesuai dengan apa yang diusahakan karena kita tidak mungkin mampu membeli rumah, ranjang dan sebagainya jika pekerjaan atau usaha kita tidak ada.

2.3 UNSUR EKSTRINSIK
Unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar karya. Walaupun berada diluar karya, akan tetapi unsur ekstrinsik ini sedikit banyaknya dapat mempengaruhi sebuah karya sastra. Terdapat beberapa bagian dari unsur ekstrinsik yaitu:
2.3.1 Biografi Pengarang
            Joko Pinurbo dilahirkan di Pelabuhan Ratu, Sukabumi, Jawa Barat, 11 Mei 1962. Menempuh pendidikan di SD Sukabumi, SMP Maguwa, SMA Seminari Mertoyudan Magelang (1981) dan, Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (kini Universitas) Sanata Dharma Yogyakarta (1987). Joko Pinurbo mengaku mulai gemar menulis puisi sejak di SMA. Puisi-puisinya tersebar di perbagai media dan buku antologi bersama. Pada awalnya Joko Pinurbo menrbitkan puisi-puisinya dalam bentuk stensilan. Buku-buku stensilan itu adalah Sketsa Selamat Malam (1986) dan Parade Kambing (1986). Kelak lahirlah buku-buku puisi Celana (1999), memparoleh hadiah sastra lontar 2001. Ia juga menerima Sih Award (Penghargaan puisi terbaik jurnal puisi) 2001 untuk puisi Celana 1-Celana 2-Celana 3.
Buku kumpulan puisinya Di Bawah Kibaran Sarung (2001) mandapatkan penghargaan sastra pusat bahasa Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2002. Sebelumnya ia ditetapkan sebagai Tokoh Sastra Pilihan Tempo 2001. Tahun 2005 ia menerima Penghargaan Sastra Khatulistiwa untuk antologi puisi  Kekasihku (2004). Buku kupulan puisinya yang lain: Pacarkecilku (2002), Telepon Genggam (2003), Pacar Senja seratus puisi pilihan (2005), dan Kepada Cium (2007). Dan kumpulan sajaknya celana telah diterbitkan dalam bahasa Inggris dengan judul Touser Doll (2002). Selain ke bahasa Inggris, sejumlah puisinya diterjemahkan ke dalam bahasa jerman dan belanda.

2.3.2 Situasi Masyarakat
            Masyarakat memiliki peranan yang penting dalam apresiasi sebuah sastra. Masyarakat yang dapat mengatakan karya tersebut baik untuk dibaca atau tidak. Selain masyarakat berfungsi menilai karya sastra, masyarakat juga mempengaruhi pemikiran seseorang untuk menghasilkan suatu karya sastra. Begitu juga yang dialami oleh Joko Pinurbo dalam puisinya berjudul "Kepada Uang". Kondisi masyarakat atau lingkungan hidup yang realitanya memprihatinkan atau kekurangan, membuat Joko Pinurbo mengharapkan uang untuk mencapai kehidupan yang layak seperti rumah yang murah dan ranjang yang lugu. Pengharapan yang tidak terlalu tinggi (rumah murah dan ranjang yang lugu) menandakan kondisi masyarakat yang kurang mampu dalam hal keuangan.
2.3.3 Pemikiran Pengarang
            Joko pinurbo salah satu sastrawan yang cukup terkenal pada masa sekarang. Kebanyakan karya-karyanya menggunakan kompleksitas yang dialami manusia/masyarakat dalam kehidupannya. Tragedi itu mengacu kepada realitas, peristiwa dan subjek yang biasa ditemui dan dirasakan dalam kehidupan sehari-hari.


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
            Dari paparan puisi karangan Joko Pinurbo yang berjudul kepada uang ini, dapat saya ambil kesimpulan bahwa puisi yang bergaya bahasa umum ini, ternyata dalam pemaknaannya cukup dalam dan puisi semacam inilah yang dapat di konsumsi masyarakat banyak. Selain itu puisi yang berjudul uang ini banyak mengandung arti yang komplek dalam kehidupan masyarakat seperti halnya kita dituntut agar selalu berusaha dan berdo'a untuk mencapai apa yang kita harapkan.

DAFTAR PUSTAKA

Pinurbo, joko. 2003. Kepada Cium. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Rosidi, Ajip. 2008. Puisi Indonesia Modern. Jakarta : PT. Dunia Pustaka Jaya.
Santoso, LH. 2007 Kamus Modern Bahasa Indonesia. Surabaya:  PT. Pustaka  Harapan.
Semi, Atar M. 1988. Anatomi Sastra. Padang : Angkasa Raya.
Suparni, Dra. 1990. Bahasa dan Sastra Indonesia Untuk SMA Kelas II. Bandung :        Ganeca Exact.
Yani Maryani, Mumu. 2002. Intisari Bahasa dan Sastra Indonesia. Pustaka Setia. 

PENYAIR RAJA ALI AL-HAJJ


1.      Latar Belakang Masalah
Raja Ali Haji lahiran tahun 1809 M di pusat Kesultanan Riau-Lingga di Pulau Penyengat (kini masuk dalam wilayah Kepulauan Riau, Indonesia), Raja Ali Haji memberikan kontribusi dan sumbangsih di bidang intelektual adalah berupa sejumlah karyanya mengenai masalah agama, sastra, politik, sejarah, filsafat serta hokum, hal ini cukup besar dalam dunia kepenyairan/kesusastraan Indonesia. Raja Ali Haji dengan jiwa ulama yang hidup sebagai keturunan raja melayu, beliau menampilkan karya yang berbeda pada abad 19-an. Karya yang di ciptakannya cukup menarik masyarakat di sekitarnya, karena karyanya yeng penuh dengan makna keislaman, seperti karya yang terkenalnya Gurindam Dua Belas dan Nasihat Kepada Anak, ini semua awal dari penobatan beliau sebagai seorang pahlawan Nasional dan sastrawan melayu dari kalangan raja pada saat itu di Pulau Penyengat kepulauan Riau.
Keunikan puisi-puisi Raja Ali Haji adalah sebuah deskripsi yang mengungkapkan nasihat-nasihat untuk para pembacanya, yang lebih istimewanya dari karya Raja Ali Haji yaitu Gurindam Dua Belas, ini adalah gurindam yang cukup ternama yang berisi dua belas pasal yang menyangkut persoalan ibadah, perseorangan, kewajiban raja, kewajiban anak terhadap orang tua, tugas orang tua terhadap anak, sifat-sifat bermasyarakat dan sebagainya. Semua ini adalah kompleksitas kehidupan yang dialami masyarakat sekitar pada masa itu. 
PEMBAHASAN
1.      Biografi Raja Ali  Al-Hajj
Raja Ali al-Hajj ibni Raja Ahmad al-Hajj ibni Raja Haji Fisabilillah bin Opu Daeng Celak alias Engku Haji Ali ibni Engku Haji Ahmad Riau. Ia dilahirkan pada tahun 1809 M di pusat Kesultanan Riau-Lingga di Pulau Penyengat sebuah pusat keilmuan Melayu Islam. Sekilas tentang Pulau Penyengat. Dalam buku-buku Belanda, pulau kecil ini disebut Mars. Di pulau ini banyak terlahir karya-karya sastra dan budaya Melayu yang ditulis oleh tokoh-tokoh Melayu sepanjang abad ke-19 dan dua dasawarsa abad ke-20, di mana Raja Ali Haji termasuk di dalamnya. Ayahnya Raja Ahmad, setelah berhaji ke Mekkah bergelar Engku Haji Tua, Ibunya Encik Hamidah binti Panglima Malik Selangor.
Raja Ali al-Hajj memperoleh pendidikan dasarnya dari ayahnya sendiri. Di samping itu, ia juga mendapatkan pendidikan dari lingkungan istana Kesultanan Riau-Lingga di Pulau Penyengat. Di lingkungan kesultanan ini, secara langsung ia mendapatkan pendidikan dari tokoh-tokoh terkemuka yang pernah datang. Ketika itu banyak tokoh ulama yang merantau ke Pulau Penyengat dengan tujuan mengajar dan sekaligus belajar. Di antara ulama-ulama yang dimaksud adalah Habib Syeikh as-Saqaf, Syeikh Ahmad Jabarti, Syeikh Ismail bin Abdullah al-Minkabawi, Syeikh Abdul Ghafur bin Abbas al-Manduri, dan masih banyak lagi. Pada saat itu, Kesultanan Riau-Lingga dikenal sebagai pusat kebudayaan Melayu yang giat mengembangkan bidang agama, bahasa, dan sastra. Oleh karena Raja Ali al-Hajj merupakan bagian dari keluarga besar kesultanan, maka ia termasuk orang pertama yang dapat bersentuhan dengan pendidikan model ini, yaitu bertemu langsung dengan tokoh-tokoh ulama yang datang ke Pulau Penyengat. Ia belajar al-Qur’an, hadits, dan ilmu-ilmu agama lainnya.
Sejak masih remaja sekitar tahun 1822, Raja Ali al-Hajj sering mengikuti ayahnya berekspedisi ke sejumlah wilayah, termasuk ke Batavia, perjalanan dagang serta naik haji ke Tanah Suci. Rekaman peristiwa dan pengalaman Raja Ali al-Hajj selama di Betavia dituangkan dalam karyanya berjudul Tuhfat al-Nafis. Raja Ali al-Hajj dikenal ahli dalam bidang agama, sastra, bahasa, sejarah, hukum, dan tata negara. Ia mengajarkan ilmu nahwu, ilmu sharaf, ilmu ushuluddin, ilmu fikih, ilmu tasawuf, dan pengetahuan agama lainnya. Pengalaman bepergian ini secara langsung memberikan wawasan pengetahuan luas pada Raja Ali. Menginjak usia 20 tahun, dia sudah diberikan tugas-tugas kenegaraan yang tergolong penting. Hingga usianya 32 tahun, Raja Ali bersama sepupunya, Raja Ali bin Raja Jafar, dipercaya memerintah di daerah Lingga, mewakili Sultan Mahmud Muzaffar Syah yang masih berusia muda.
Aktivitas Kepenulisan Usia 40 tahun adalah masa di mana Raja Ali Haji banyak mencurahkan perhatiannya pada penulisan karya-karya sastra. Ia tercatat sebagai penulis paling produktif di masanya. Kesultanan Riau-Lingga, Johor, dan Pahang ketika itu menjadi terkenal berkat karya-karya Raja Ali Haji yang banyak dibicarakan pakar bahasa dan sastra di Nusantara dan juga di luar negeri. Raja Ali Haji merupakan tokoh Sastrawan dan Intelektual penting di dunia Melayu. Pengaruh pemikirannya terhadap perkembangan dunia Melayu sangat kentara melalui berbagai karya sastra dan lain-lain yang dijadikan rujukan dalam tradisi penulisan klasik maupun modern. Ia juga dikenal sebagai ulama serta sastrawan Melayu yang banyak berpengaruh terhadap wacana dan tradisi pemikiran di dunia Melayu, tahun 1845 Raja Ali Haji dikukuhkan sebagai penasehat keagamaan negara.
Raja Ali Haji memberikan kontribusi dan sumbangsih di bidang intelektual adalah berupa sejumlah karyanya mengenai masalah agama, sastra, politik, sejarah, filsafat serta hukum. satu karyanya berjudul Hikayat Abdul Muluk merupakan karya sastrawan Riau yang pertama kali diterbitkan pada tahun 1846. Dari sejak itu, banyaklah karya Raja Ali Haji terpublikasi. Dalam beberapa buah karyanya, beliau selalu menekankan bahwa satu-satunya jalan untuk mengatasi hawa nafsu dan mencegah terjadinya konflik adalah dengan taat kepada hukum Allah SWT yang telah digariskan kitab suci Alquran. Selain itu tiap-tiap individu harus menjaga nama baik, ilmu dan akalnya. Pada setiap pesan etik yang disampaikan, karya Raja Ali Haji, tampak tidak pernah meninggalkan ciri khasnya, yakni mengakar pada tradisi kesusastraan Islam serta Melayu, juga kesungguhannya dalam menyajikan sejarah masa lalu disesuaikan dengan tuntutan kondisi di zamannya. Di samping itu, karyanya berjudul Gurindam Dua Belas (1847) menjadi karya tak ternilai bahkan paling menonjol di antara karya yang lain. Lewat karya-karyanya, membuktikan bahwa Raja Ali tak hanya sekadar sejarawan dalam arti sempit. Beliau juga adalah guru dan teolog yang punya komitmen memelihara nilai keislaman serta rasa tanggung jawab terhadap masyarakatnya.
Pada tahun 1846, Raja Ali Haji menyelesaikan penulisan karya “Gurindam Dua Belas”, Karya ini terdiri atas 12 Fasal dan dikategorikan sebagai Syair al-Irsyadi atau puisi didaktik, karena berisikan nasihat dan petunjuk menuju hidup yang diridhoi Allah. Selain itu terdapat pula pelajaran dasar Ilmu Tasawuf tentang mengenal yang empat : yaitu syariat, tarikat, hakikat, dan makrifat. yang diterbitkan dalam bahasa Belanda Tijdschrift van het Bataviaasch Genootschap II (oleh E. Netscher) pada tahun 1854. Karyanya berjudul “Bustanul Katibin” selesai dicetak di Betawi pada tahun 1850. Pada tanggal 15 April 1857, karya ini dicetak-batu di Pulau Penyengat. Pada tahun ini pula, Raja Ali Haji dan Haji Ibrahim bekerjasama dengan H. Von de Wall menyusun sebuah “kamus bahasa Melayu”. Pada tahun yang sama, Raja Ali Haji menyiapkan naskah berjudul “Muqaddimah fi Intizam al-Wazaif al-Mulk Khususan ila Maulana wa Shahibina” Yang Dipertuan Muda Raja Ali al-Mudabbir lil Biladi al-Riauwiyah wa Sairi Dairatihi, yaitu sebuah risalah tipis yang berisikan tiga buah wazifah yang dijadikan sebagai pegangan oleh pemegang kendali hukum sebelum menjatuhkan (putusan) hukuman. Pada tahun 1865, karyanya “Silsilah Melayu dan Bugis” selesai ditulis. Pada tahun 1866, Raja Ali Haji menyelesaikan karya “Syair Hukum Nikah atau Kitab Nikah atau Syair Suluh Pegawai”. Pada tanggal 25 November 1866, Raja Ali Haji menyelesaikan ”Tuhfat al-Nafis”. Raja Ali Haji dikenal dekat dengan Hermann von de Wall yang nama aslinya adalah Hermann Theodor Friedrich Karl Emil Wilhelm August Casimir von de Wall (kelahiran Giessen, Jerman, tanggal 30 Maret 1807). Pada bulan November hingga Desember 1807, Raja Ali Haji menyiapkan sebuah silsilah untuk sahabatnya itu. Pada tanggal 12 Juni 1862, Raja Ali Haji menyarankan kepada Hermann von de Wall agar menyusun sebuah kamus bahasa Melayu. Atas kerjasama sahabatnya itu pula, pada tahun 1872 karya Raja Ali Haji berjudul Tjakap-2 Rampai-2 Bahasa Malajoe Djohor jilid II diterbitkan oleh Percetakan Gupernemen di Betawi (Batavia) pada tanggal 2 Mei 1873.
Raja Ali Haji wafat dalam usia 63 tahun dan dimakamkan di pulau Penyengat pada tahun 1872. Makam RAH berada di komplek pemakaman Engku Putri Raja Hamidah. Persisnya, terletak di luar bangunan utama Makam Engku Putri. Karya Raja Ali Haji, Gurindam Dua Belas diabadikan di sepanjang dinding bangunan makamnya. Sehingga, setiap pengunjung yang datang dapat membaca serta mencatat karya maha agung tersebut.

2.      Karya-Karya Raja Ali Haji
a.       Gurindam Dua Belas
Gurindam Dua Belas merupakan karya besar Raja Ali Haji (1809 - 1872). Gurindam termasuk bentuk puisi lama yang banyak terdapat dalam masyarakat Melayu Indonesia. Gurindam yang terkenal ialah Gurindam Dua Belas karya Raja Ali Haji. Ini bukan berarti gurindam yang berjumlah dua belas buah. Ia adalah gurindam yang berisi dua belas pasal yang menyangkut persoalan ibadah, perseorangan, kewajiban raja, kewajiban anak terhadap orang tua, tugas orang tua terhadap anak, sifat-sifat bermasyarakat dan sebagainya. Gurindam biasanya terdiri dari sebuah kalimat majemuk, yang dibagi menjadi dua baris yang bersajak a-a . Tiap-tiap baris itu sebuah kalimat dan perhubungan antara kedua kalimat, biasanya antara anak kalimat dengan induk kalimat. Jumlah suku kata tiap-tiap baris tidak ditentukan, demikian juga iramanya tidak tetap.
Gurindam adalah untuk mengatakan sesuatu yang benar melalui pepatah atau peribahasa. Raja Ali Haji menerangkan guridam sebagai berikut: "ada pun arti gurindam itu, yaitu perkataan yang bersajak pada akhir pasangannya, tetapi sempurna perkataannya dengan satu pasangannya saja, jadilah seperti sajak yang pertama itu syarat dan sajak yang kedua itu jadi seperti jawab.[1]"  
Gurindam 12 Karya Raja Ali Haji

Pasal 1 - Gurindam 12

barang siapa tiada memegang agama ( sebagai Syarat)
sekali-kali tiada boleh dibilangkan nama (sebagai Jawab)dst.

barang siapa mengenal yang empat
maka yaitulah orang yang makrifat

barang siapa mengenal Allah
suruh dan tegahnya tiada ia menyalah

barang siapa mengenal diri
maka telah mengenal akan tuhan yang bahri

barang siapa mengenal dunia
tahulah ia barang yang terperdaya

barang siapa mengenal akhirat
tahulah ia dunia mudharat



Pasal 2 - Gurindam 12

barang siapa mengenal yang tersebut
tahulah ia makna takut

barang siapa meninggalkan sembahyang
seperti rumah tiada bertiang

barang siapa meninggalkan puasa
tidaklah mendapat dua termasa

barang siapa meninggalkan zakat
tiada hartanya beroleh berkat

barang siapa meninggalkan haji
tiadalah ia menyempurnakan janji

Pasal 3 - Gurindam 12

apabila terpelihara mata
sedikitlah cita-cita

apabila terpelihara kuping
khabar yang jahat tiadalah damping

apabila terpelihara lidah
niscaya dapat daripadanya faedah

bersungguh-sungguh engkau memeliharakan tangan
daripada segala berat dan ringan

apabila perut terlalu penuh
keluarlah fi‘il yang tiada senonoh

anggota tengah hendaklah ingat
di situlah banyak orang yang hilang semangat

hendaklah peliharakan kaki
daripada berjalan yang membawa rugi

Pasal 4 - Gurindam 12

hati itu kerajaan di dalam tubuh
jikalau zalim segala anggota pun rubuh

apabila dengki sudah bertanah
datang daripadanya beberapa anak panah

mengumpat dan memuji hendaklah pikir
di situlah banyak orang yang tergelincir

pekerjaan marah jangan dibela
nanti hilang akal di kepala

jika sedikit pun berbuat bohong
boleh diumpamakan mulutnya itu pekung

tanda orang yang amat celaka
aib dirinya tiada ia sangka

bakhil jangan diberi singgah
itulah perompak yang amat gagah

barang siapa yang sudah besar
janganlah kelakuannya membuat kasar

barang siapa perkataan kotor
mulutnya itu umpama ketor

di manatah tahu salah diri
jika tiada orang lain yang berperi

pekerjaan takbur jangan direpih
sebelum mati didapat juga sepih
Pasal 5 - Gurindam 12

jika hendak mengenal orang berbangsa
lihat kepada budi dan bahasa

jika hendak mengenal orang yang berbahagia
sangat memeliharakan yang sia-sia

jika hendak mengenal orang mulia
lihatlah kepada kelakuan dia

jika hendak mengenal orang yang berilmu
bertanya dan belajar tiadalah jemu

jika hendak mengenal orang yang berakal
di dalam dunia mengambil bekal

jika hendak mengenal orang yang baik perangai
lihat pada ketika bercampur dengan orang ramai

Pasal 6 - Gurindam 12

cahari olehmu akan sahabat
yang boleh dijadikan obat

cahari olehmu akan guru
yang boleh tahukan tiap seteru

cahari olehmu akan isteri
yang boleh menyerahkan diri

cahari olehmu akan kawan
pilih segala orang yang setiawan

cahari olehmu akan abdi
yang ada baik sedikit budi

Pasal 7 - Gurindam 12

apabila banyak berkata-kata
di situlah jalan masuk dusta

apabila banyak berlebih-lebihan suka
itulah tanda hampirkan duka

apabila kita kurang siasat
itulah tanda pekerjaan hendak sesat

apabila anak tidak dilatih
jika besar bapanya letih

apabila banyak mencacat orang
itulah tanda dirinya kurang

apabila orang yang banyak tidur
sia-sia sahajalah umur

apabila mendengar akan khabar
menerimanya itu hendaklah sabar

apabila mendengar akan aduan
membicarakannya itu hendaklah cemburuan

apabila perkataan yang lemah lembut
lekaslah segala orang mengikut

apabila perkataan yang amat kasar
lekaslah orang sekalian gusar

apabila pekerjaan yang amat benar
tiada boleh orang berbuat honar

Pasal 8 - Gurindam 12
barang siapa khianat akan dirinya
apalagi kepada lainnya

kepada dirinya ia aniaya
orang itu jangan engkau percaya

lidah suka membenarkan dirinya
daripada yang lain dapat kesalahannya

daripada memuji diri hendaklah sabar
biar daripada orang datangnya khabar

orang yang suka menampakkan jasa
setengah daripada syirik mengaku kuasa

kejahatan diri sembunyikan
kebajikan diri diamkan

keaiban orang jangan dibuka
keaiban diri hendaklah sangka

Pasal 9 - Gurindam 12

tahu pekerjaan tak baik tapi dikerjakan
bukannya manusia ia itulah syaitan

kejahatan seorang perempuan tua
itulah iblis punya penggawa

kepada segala hamba-hamba raja
di situlah syaitan tempatnya manja

kebanyakan orang yang muda-muda
di situlah syaitan tempat bergoda

perkumpulan laki-laki dengan perempuan
di situlah syaitan punya jamuan

adapun orang tua yang hemat
syaitan tak suka membuat sahabat

jika orang muda kuat berguru
dengan syaitan jadi berseteru


Pasal 10 - Gurindam 12

dengan bapa jangan durhaka
supaya Allah tidak murka

dengan ibu hendaklah hormat
supaya badan dapat selamat

dengan anak janganlah lalai
supaya boleh naik ke tengah balai

dengan isteri dan gundik janganlah alpa
supaya kemaluan jangan menerpa

dengan kawan hendaklah adil
supaya tangannya jadi kapil

Pasal 11 - Gurindam 12

hendaklah berjasa
kepada yang sebangsa

hendaklah jadi kepala
buang perangai yang cela

hendak memegang amanat
buanglah khianat

hendak marah
dahulukan hujjah

hendak dimalui
jangan memalui

hendak ramai
murahkan perangai

Pasal 12 - Gurindam 12

raja mufakat dengan menteri
seperti kebun berpagar duri

betul hati kepada raja
tanda jadi sebarang kerja

hukum adil atas rakyat
tanda raja beroleh inayat

kasihkan orang yang berilmu
tanda rahmat atas dirimu

hormat akan orang yang pandai
tanda mengenal kasa dan cindai

ingatkan dirinya mati
itulah asal berbuat bakti

akhirat itu terlalu nyata
kepada hati yang tidak buta

Gurindam Dua Belas diatas mempunyai isi dari setiap pasalnya diantaranya yaitu: Pasal 1 berisi nasihat tentang agama dan mistik; Pasal 2 berisi nasihat tentang rukun Islam. Pasal 3 berisi nasihat tentang memelihara alat-alat panca indra. Pasal 4 berisi nasihat tentang menghadapi sifat-sifat nafsu, perasaan pikiran dan perbuatan manusia yang baik dan yang jahat. Pasal 5 berisi nasihat tentang mengenal sifat-sifat orang yang baik, mulia dan luhur.Pasal 6 berisi nasihat tentang mencari teman hidup yang baik. Pasal 7 berisi tentang kewaspadaan terhadap sesuatu per­buatan, jangan terlalu berlebih-lebihan, jangan ter­lalu menurutkan perasaan hati, dan bagaimana cara bertingkah laku semestinya. Pasal 8 berisi nasihat tentang perlakuan terhadap diri sendiri. Pasal 9 berisi nasihat tentang menghindari perbuatan syaitan di mana tempat-tempat syaitan dan bagaimana caranya menjauhi tempat itu. Pasal 10 berisi nasihat tentang sikap yang sebaiknya dalam hubungan kekeluargaan antara ayah, ibu, anak dan istri. Pasal 11 berisi nasihat tentang sikap yang sebaiknya dalam pergaulan di masyarakat dan pemerintahan.dan Pasal 12 berisi nasihat tentang kepemimpinan seorang raja dalam pemerintahannya agar berhasil di dunia dan akhirat.
Dalam Gurindam Dua Belas, Raja Ali Haji ingin menyampaikan nasihat atau pesan yang mengingatkan kita agar selalu melaksanakan hubungan dengan Tuhan, dengan pemerintah dan menyeimbangkan kehidupan sendiri atas nafsu dan perbuatan. Itulah keistimewaan isi Gurindam Dua Belas, dan keunikannya pasal-pasal di dalamnya merupakan suatu kesatuan yang ditata sedemikian rupa sehingga mewujudkan suatu yang tersohor dalam kesusastraan Melayu.

b.      Syair Melayu
Kata Syair diambil dari bahasa Arab, syair terdiri dari empat kalimat/baris, masing-masing berjumlah delapan sampai sebelas suku kata. Pada umumnya terdapat persajakan a-a-a-a, akan tetapi ada juga yang bersajakkan a-b-a-b. Pada dasarnya syair hampir mirip dengan prosa karena syair ada yang berupa hikayat, roman, dongeng, sejarah, dan pendidikan. Dalam hal ini Raja Ali Haji menjelaskan kesempurnaan syair Melayu itu ditentukan oleh tiga perkara 1. Cukup timbangannya, 2. Betul sajaknya, 3. Tidak cacat dan janggal karena berulang-ulang.[2]
1.      Cukup timbangannya. Maksudnya Syair Melayu sempurna sajaknya empat misra atau dua baris. Misra berarti "daun pintu" adalah istilah untuk separuh baris syair. Dahulu, syair ditulis dua baris, tiap baris terdiri dari dua misra. Tiap-tiap misra terdiri dari empat kata. "Empat ditimbang empat," kata Raja Ali Haji. Kata itu bisa kata benda, kata kerja atau kata sifat. Jadi satu bait syair terdiri dari enambelas kata. Kata sambung, kata depan kata, kata bantu lainya kadang-kadang tidak dihitung sebagai kata yang berdiri sendiri, dan dianggap menjadi bagian dari kata yang mengikutinya.
Contoh:
dengarkan tuan suatu rencana
dikarang fakir dagang yang hina
barangkali ada yang kurang kena
tuan betulkan jadi sempurna
"yang hina" dan "yang kurang" dianggap satu kata.

2.      Betul sajaknya. Maksudnya Sajak adalah bunyi atau huruf yang jatuh pada akhir tiap-tiap misra. Ada dua jenis sajak. Yang pertama adalah sajak yang "terlebih bagus".
Contoh:
dengarkan encik dengarkan tuan
dengarkan saudara muda bangsawan
nafsu dan hawa hendaklah lawan
supaya jangan kita tertawan

Bunyi bersajak pada kata "tuan", "bangsawan", "lawan", "tertawan" adalah persajakan yang sempurnya dan tergolong pada kelas yang "terlebih bagus".
Contoh:
ayuhai saudaraku yang pilihan
menuntut ilmu janganlah segan
jika tiada ilmu di badan
seperti binatang di dalam hutan

Perhatikan bunyi sajak pada kata "pilihan", "segan", "badan", dan "hutan".
Keempatnya sama-sama berakhir dengan bunyi "..an" tetapi keempatnya
berbeda pada konsonan yang mendahului bunyi "..an" itu, yaitu "...han",
"...gan", "...dan" dan "...tan". Bandingkan dengan syair pada contoh 1. Inilah
yang digolongkan oleh Raja Ali Haji sebagai persajakan yang, "kurang sedikit
bagusnya, tapi betul juga sajaknya."
3.      Tidak cacat dan janggal karena berulang-ulang. Maksudnya dalam syair tidak boleh ada tiga cacat pada syair. Pertama, cacat pada timbangannya, yaitu jumlah katanya lebih dari empat. Kedua, cacat karena mengulang-ulang kata yang sama demi mendapatkan sajak di akhir baris. Ketiga, cacat pada maksud, kata-kata di dalam empat baris itu berlainan mahfumnya, "jadi tiada berketahuan," tulis Raja Ali Haji.

C.     Syair Nasehat Kepada Anak
Salah satu bentuk syair Melayu yang sangat terkenal adalah “Syair Nasihat Kepada Anak” Karya Ali Haji. Syair ini memiliki nilai-nilai pengajaran dan pendidikan yang tinggi. Adapun teks dari Syair Nasehat Kepada Anak adalah sebagai berikut:

Dengarkan tuan ayahanda berperi,
Kepada anakanda muda bestari,
Jika benar kepada diri,
Masihat kebajikan ayahanda beri.

Ayuhai anakanda muda remaja,
Jika anakanda mengerjakan raja,
Hati yang betul hendaklah disahaja,
Serta rajin pada bekerja.

Mengerjakan gubernemen janganlah malas,
Zahir dan batin janganlah culas,
Jernihkan hati hendaklah ikhlas,
Seperti air di dalam gelas.

Jika anakanda menjadi besar,
Tutur dan kata janganlah kasar,
Janganlah seperti orang sasar,
Banyaklah orang menaruh gusar.

Tutur yang manis anakanda tuturkan,
Perangai yang lembut anakanda lakukan,
Hati yang sabar anakanda tetapkan,
Kemaluan orang anakanda fikirkan.

Kesukaan orang anakanda cari,
Supaya hatinya jangan lari,
Masyurlah anakanda dalam negeri,
Sebab kelakuan bijak bestari.

Nasehat ayahanda anakanda fikirkan,
Keliru syaitan anakanda jagakan,
Orang berakal anakanda hampirkan,
Orang jahat anakanda jauhkan.

Setelah orang besar fikir yang karu,
Tidak mengikut pengajaran guru,
Tutur dan kata haru-biru,
Kelakuan seperti anjing pemburu.

Tingkah dan laku tidak kelulu,
Perkataan kasar keluar selalu,
Tidak memikirkan orang empunya malu,
Bencilah orang hilir dan hulu.

Itulah orang akalnya kurang,
Menyangka diri pandai seorang,
Takbur tidak membilan orang,
Dengan manusia selalu berperang.

Anakanda jauhkan kelakukan ini,
Sebab kebencian Tuhan Rahmani,
Jiwa dibawa ke sana sini,
Tiada laku suatu dewani.

Setengah yang kurang akal dan bahasa,
Sangatlah gopoh hendak berjasa,
Syarak dan adat kurang periksa,
Seperti harimau mengejar rusa.

Ke sana ke mari langgar dan rampuh,
Apa yang terkena habislah roboh,
Apa yang berjumpa lantas dipelupuh,
Inilah perbuatan sangat ceroboh.
Patut juga mencari jasa,
Kepada raja yang itu masa,
Tetapi dengan budi dan bahasa,
Supaya negeri ramai temasya.

Apabila perintah lemah dan lembut,
Semua orang suka mengikut,
Serta dengan malu dan takut,
Apa-apa kehendak tidak tersangkut.

Jika mamerintah dengan cemeti,
Ditambah dengan perkataan mesti,
Orang menerimanya sakit hati,
Barangkali datang fikir hendak mati.

Inilah nasehat ayahanda tuan,
Kepada anakanda muda bangsawan,
Nafsu yang jahat anakanda lawan,
Supaya kita jangan tertawan.

Habislah nasehat habislah kalam,
Ayahanda memberi tabik dan salam,
Kepada Orang Masihi dan Islam,
Mana-mana yang ada bekerja di dalam.[3]

Syair karangan Raja Ali Haji diatas mempunyai peranan yang tersendiri dalam perkembangan masyarakat dan pemikirannya. Fungsi syair nampak nyata dalam bait-bait syair ataupun melalui bentuk syair itu sendiri. Syair sebagai genre puisi telah mempunyai bentuk dan ciri yang memperlihatkan karya cipta yang tinggi nilainya. Bentuk ini digunakan untuk menyatakan segala isi dan maksud, perasaan dan emosi masyarakat, mencerminkan pemikiran masyarakat, menjadi alat pengajaran dan hiburan yang dapat dilihat melalui tema-tema yang berbagai jenisnya. Dalam kehidupan sehari-hari syair digunakan, diperluas dan diperkaya dengan berbagai warna dan nada sesuai dengan konteks dan suasana kehidupan masyarakat yang menggunakannya. Syair Nasehat Kepada Anak, tergolong ke dalam syair yang berbentuk non naratif. Syair ini membicarakan tentang nasehat seorang ayah kepada anaknya. Raja Ali Haji telah memberikan gambaran yang jelas mengenai keadaan atau lingkungan masyarakat yang akan ditempuh si anak. Berbagai kata-kata yang berbentuk nasehat, ingatan, dan pedoman, serta ibarat telah dinyatakan dalam syair tersebut. Dalam Syair Nasehat Kepada Anak, kita lihat unsur diksi, keindahan atau gaya bahasa, dan imajinasi, serta kata-kata konkrit saling berkaitan satu sama lain untuk memberi gambaran yang menarik dan indah yang terdapat dalam syair ini. Dalam setiap bait, pemilihan katanya melambangkan keindahan, kreatifitas, dan imajinasi pengarangnya yang sesuai dengan tema dan nada syair tersebut.
Ini semua menunjukkan dan memenuhi fungsi syair sebagai media penyampai nasehat dan sebagai alat hiburan. Selain mencerminkan masyarakat, syair juga berperan sebagai alat penyampai nasehat dan pengajar. Secara garis besar, ada tujuh nasehat yang disampaikan oleh Raja Ali Haji dalam syair ini, yaitu:
a.       Prinsip-prinsip dan kriteria seorang pemimpin. Adapun prinsip-prinsip dan kriteria seorang pemimpin yang terdapat dalam syair ini adalah: memiliki kemampuan sebagai pengawas, kecerdasan, ketegasan, percaya diri, bertanggung jawab, memiliki rasa kemanusiaan, dan inisiatif.
b.      Akhlak seorang Muslim. Akhlak seorang Muslim pada umumnya dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan yaitu akhlak muila atau budi pekerti terpuji dan akhlak atau sikap yang tercela. Untuk membentuk kepribadian seorang Muslim sejati, akhlak yang tercela ini harus dihindari.
c.       Hormat dan patuh kepada guru. Dalam proses belajar mengajar, guru mempunyai peranan ganda yaitu sebagai pendidik dan sebagai pengajar. Sebagai seorang pendidik, guru berperan membentuk sikap pekerti yang mulia, sedangkan sebagai pengajar guru bertugas mengembangkan ilmu pengetahuan, berarti guru ikut membantu kecerdasan anak didiknya. Oleh sebab itu wajiblah seorang guru itu dihormati.
d.      Pandai menempatkan diri. Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan jiwa dan ikut menentukan masa depan seseorang. Oleh sebab itu, pandai menempatkan diri dan memilih teman akan membawa kepada kebahagiaan hidup.
e.       Ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan yang dimiliki seseorang, dapat digunakan untuk memecahkan persoalan yang dihadapinya.
f.       Dalam bertindak harus menggunakan akal dan pikiran. Akal dan pikiran merupakan karunia dari Allah SWT yang diberikan kepada manusia dan sekaligus yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Dengan mempunyai akal dan pikiran, diharapkan manusia mampu menjadi khalifah atau pemimpin di muka bumi ini. Orang yang menggunakan akal pikirannya dengan baik akan memperoleh keberhasilan dalam segala tindakan.
g.      Pengendalian hawa nafsu. Hawa nafsu diciptakan Tuhan untuk manusia bukan untuk dibunuh atau dimusnahkan, melainkan untuk dikendalikan. Salah satu cara untuk mengendalikan hawa nafsu ini adalah dengan mengisi rohani kita dengan ajaran agama dan keyakinan serta mendekatkan diri kepada Allah.

D.    Surat Raja Ali Haji Kepada Von deWall
Surat Raja Ali Haji kepada Von deWall adalah salah satu proses peralihan bahasa melayu menjadi bahasa nasional, bahasa yang mereka gunakan jauh berbeda dengan bahasa yang resmi dipakai. Oleh karena itu korespondensi ini merupakan contoh langka pemakaian bahasa Melayu, bahasa yang kini lazim dipakai di Semanjung Malaya dan sebagai akar Bahasa Indonesia. Hal surat menyurat ini terjadi saat Ali Haji bekerjasama menyusun kamus.
Disamping itu dalam surat Ali Haji selalu mencerminkan nilai-nilai keislaman yang pada suratnya diawali dengan kalimat “Qauluhul Haqq” yang berarti perkataanNya benar.
Contoh surat Surat Ali Haji Kepada Von deWall

November/Desember 1857
Qauluhul-haqq
Tabik kepada sahabat kita tuan Von de Wall
            Maka adalah menyatakan kita kepada sahabat kita dari pada pasal qur’an sudah kita terima daripada tengan anak kita Raja Husin. Syahdan menanyakan berapa harganya boleh kita tahu
            Dan lagi yang kita pagi ini pikiran kita hendak dating kepada sahabat, sudah sedia sekoci, kemudian datang pula orang dari lingga membawa surat2, jadi terhenti kita. Maka harap kita pada sahabat kita maafkan kita banyak2. Insya Allah taala jika tiada uzur yang besar, hari lain kita dating.
            Maka suatu pun tiada tanda burhan al-hayat, hanyalah tabik serta selamat kepada sahabat kita yang amat banyak.
            Dan lagi tabik kita kepada Tuan Netscher banyak2.
            Dan lagi perkara syajarah lagi tengah kita tambahkan silsilahnya. Apabila sudah kita hantarkan adanya. Intiha al- kalam
Maktub xx  Rabi al-thani sanah 1274.[4]

KESIMPILAN
Berdasarkan pemahaman terhadap karya Raja Ali Haji yang telah diuraikan di atas dapat disimpulkan bahwa pengarang tersebut sangat besar jasanya dalam perkembangan Sastra Melayu pada abad ke-19 yang menjadi cikal-bakal kelahiran sastra Indonesia. Dia adalah tokoh bahasa dan sastra yang pantas menjadi pahlawan nasional. Nasihat-nasihat yang terungkap dalam karya-karyanya (Raja Ali Haji) mengandung nilai-nilai yang masih relevan apabila diaplikasikan dalam kehidupan dewasa ini, selain itu keistimewaan dari karya Raja Ali haji adalah pemaparan kalimat dalam tiap syairnya dengan persajakan yang cukup tersusun yang mengandung makna keislaman terlebihnya mengenai nasihat-nasihat untuk para insan yang dalam pemaknaannya mudah untuk dimengerti dalam setiap karyanya, dalam hal ini bahasa yang digunakan Raja Ali Haji merupakan produk lokal (Daerah Melayu) yang dapat disumbangkan untuk pengembangan khazanah budaya nasional. Untuk itulah warisan budaya itu perlu dilestarikan demi kepentingan generasi penerus agar dapat dijadikan teladan dalam kehidupannya sehari-hari, demi menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik.


DAFTAR PUSTAKA


Aspahani, hasan.(kelas puisi) syair melayu. Tersedia: http://sejuta-puisi.blogspot.com/kelas-puisi-syair-melayu.html
Raja Ali Haji-Tokoh Sastra dan Intelektual. Tersedia:
Salehudin, ahmad. Syair Nasihat Kepada Anak Karya Raja Ali Haji. Tersedia: http://www.rajaalihaji.com/id/works.php?a=ZUovUHMvVw%3D%3D [17-06-2009]
Putten,Jan Van dan Al Azhar. 2007.Surat-Surat Raja Ali Haji Kepada Von de Wall. Jakarta: PT.Gramedia



[1] http://www.rajaalihaji.com/id/article.php?a=RGlIL3c%3D Raja Ali Haji-Tokoh Sastra dan Intelektual [12-02-2008]
[2] hasan Spahani.(kelas puisi) syair melayu. http://sejuta-puisi.blogspot.com/kelas-puisi-syair-melayu.html
[3] Ahmad Shalehudin.http://www.rajaalihaji.com/id/works.php?a=ZUovUHMvVw%3D%3D= (2009)
[4] Jan Van Putten dan Al Azhar. 2007 Jakarta: PT.Gramedia. .Surat-Surat Raja Ali Haji Kepada Von de Wall (hal 48)